UNTOLD

Medan, 15 Januari 2022

Surat itu datang secara tiba-tiba. Terperangkap di kotak surat apartemenku, bersama berlembar-lembar surat pemberitahuan kerja. Surat itu sampai enam bulan yang lalu, namun tak kuasa aku membacanya. Surat itu langsung kumasukkan di bagian terdalam rak bukuku. Agar tertinggal dan tak diingat. Namun, surat itu kutemukan lagi tadi pagi. Sejujurnya, aku takut. Takut akan isi surat yang tertuju padaku, jelas-jelas itu dari kamu. Aku tak ingin menguak lagi semua masa lalu, biarkan ia tertinggal di memori. Namun, surat itu datang, menumpahkan kembali emosi yang tak ingin kurasa. Sejujurnya, separuh diriku ingin aku langsung membakar surat itu, tanpa membacanya, agar aku tak perlu merasa emosional seperti ini. Tapi, separuh diriku berkata, sudah saatnya aku harus berdamai dengan masa lalu.

Jadi, aku pun membacanya.

***

Berjalanlah, menuju masa depan. Aku akan menunggumu, di sini. Berjalanlah, ke masa di mana ada aku bersamamu. Jangan ragu, aku ada. Aku ada, di sini. Berjuanglah, di sana, karena aku juga akan berjuang di sini. Dakilah aliran takdir yang sudah digariskan padamu. Aku juga akan merangkak dari kesenangan dunia agar bisa sampai ke tempatmu. Aku tidak akan menyerah, jadi jangan pernah menyerah padaku. Hilangkanlah rasa ragu di dadamu, karena aku juga akan menghapus semua sesak yang kuciptakan. Percaya padaku, karena aku juga begitu.

Jalan yang ku pilih pasang-surut. Ada kalanya aku terlena di masa surut, lalu meronta akan ketidakadilan saat pasang datang. Di masa itu, semoga, aku tidak lupa kamu. Jalan yang kau pilih juga berliku. Aku pun ragu akan rintangan yang akan menghadangmu, akankah kau bisa melewatinya? Semua akan ditentukan dari langkah yang kau ambil. Semoga, saat itu, di antara keputusanmu, ada aku.

Aku tidak bisa mengatakan banyak hal, dan aku juga tidak mampu berharap lebih. Kau pun tahu, harapan saja tidak cukup. Dan kita pun tahu, rasa yang menggelora di dada ini saja masih belum cukup. Karenanya, mulai saat ini aku akan berjuang. Jadi, berjuanglah. Untuk dirimu sendiri. Ciptakan jalan takdir yang kau inginkan. Ambil langkah pasti yang tidak akan kau sesali di kemudian hari.

Semoga kita bertemu, di titik potong garis takdir.

Karena, aku berharap begitu.

***

Surat itu melayang begitu saja dari genggamanku. Mendarat di lantai keramik dengan halus. Bersamaan dengan aku yang langsung membuka situs penerbangan pesawat menuju Bandung Desember nanti. Agar kita dapat berpapasan di persimpangan takdir.

Leave a comment